Suatu hari
di sebuah gedung yang cukup mewah di ibukota kembali memulai kesibukannya.
Orang berdasi dan jas hitam lalu lalang dengan sibuknya. Tidak jarang
suara-suara riuh seperti pasukan lebah terdengar dari arah luar gerbang yang
menjulang. Tetapi seakan tidak pernah mengusik keberadaan mereka yang asik
menikmati fasilitas dan uang bulanan yang sangat lebih dari cukup. Pekerjaan
mereka ? hanya asik duduk dengan sesekali membuat sensasi dengan kata-kata
terpelajar mereka. Bahkan tidak sedikit yang hanya tertidur didalam ruang yang
memiliki banyak kursi dan meja itu.
Aku teringat
perkataan guru SD ku. Beliau berkata, “setiap tahunnya, 30% hasil padi habis
dimakan oleh hama tikus. Itu sudah cukup untuk memberi makan penduduk singapura
untuk bertahun-tahun. Oleh karena itu perlu upaya khusus memberantas tikus agar
hasil pertanian maksimal. Dengan membiarkan tikus berkembang biak, itu akan
mempengaruhi tabiat manusia. Karena itu berantaslah tikus , agar manusia tidak
berperangai seperti tikus”.
Satu ketika,
gedung yang sudah ada sejak jaman penjajahan itu mulai diminati oleh
tikus-tikus karena di dalam gedung itu banyak makanan yang begitu menggiurkan.
Segala upaya dilakukan tikus itu agar bisa berada di dalam gedung itu dan
menyantap makanan yang ada. Tentu saja si pemilik alias penguasa gedung itu
merasa terganggu. Para asisten dan pembantunya dikumpulkan dan diminta untuk
membunuh semua tikus itu agar citra gedung mewah itu kembali baik. Segala upaya
dilakukan. Mulai dari perangkap, hingga memasang racun tikus di segala penjuru
ruangan. Tikus yang kurang pintar berhasil masuk jebakan dan tidak sedikit yang
mati keracunan dan membusuk di segala tempat di gedung itu.
Lambat laun,
bau busuk itu mulai tercium. Awalnya baunya begitu menyebalkan. Namun lambat
laun, hidung para penghuni gedung itu menjadi kebal. Mulai dari asisten pribadi
hingga jongos pemilik gedung itu tidak terganggu dengan bau busuk itu. Si
pemilik sudah tidak sanggup mengatasi permasalahan dalam gedung itu dan
memutuskan melelangnya
Ketika
pemilik lama gedung itu pergi, banyak orang yang ingin mengusasai gedung mewah
itu. Janji mereka untuk mengembalikan citra gedung itu menjadi bersih pun
diumbar oleh calon pemilik gedung itu. Dan akhirnya, pemilik baru gedung itu
pun didapatkan dengan proses panjang. Pemilik baru pun mencium bau busuk itu.
Dan bertanya kepada para penghuni lama gedung itu. Mereka mengakui bahwa bau
busuk itu sudah tercium hingga keluar sejak lama. Tetapi tidak ada yang berani
berkata bahkan menutup hidungnya. Upaya menghilangkan bau busuk itu pun
dilakukan. Si pemilik baru merombak semua sudut gedung itu. Mulai dari mengecat
ulang hingga menyiram dinding-dindingnya dengan karbol agar ketika ada tamu
yang datang baunya dapat tersamarkan.
Namun,
bagaimanapun usaha mereka menutupi bau busuk itu, tetap saja aromanya tercium.
Maka diundanglah seorang profesor ahli korupsi ke gedung itu. Profesor itu
mengetahui letak kesalahan dari gedung itu. Gedung nya terlalu banyak tikus
pak. Sebaiknya bapak memelihara kucing saja di gedung ini. Karena IQ tikusnya
makin lama makin meningkat. Perangkap saja tidak akan bisa membasmi mereka.
Akhirnya si
pemilik memerintahkan anak buahnya untuk mencarikan kucing-kucing gemuk dan
sehat untuk dipelihara di dalam gedung. Tidak main-main, semua toko hewan di
datangi dan dipilih lah kucing-kucing cerdas dan sehat untuk ditugaskan
membasmi tikus itu. Usaha kali ini berhasil. Tikus-tikus lari kocar-kacir
hingga tidak tersisa sedikitpun. Namun, muncul permasalahan baru. Kucing itu
begitu mudah berkembang biak sehingga membuat biaya bulanan membengkak untuk
perawatan kucing itu sendiri. Karena begitu dimanjakan dengan fasilitas yang
mewah, kucing-kucing itu pun menjadi malas. Mereka hanya tidur sepanjang
harinya dan hanya bangun ketika makan saja. Langkahnya terlihat begitu berat.
Bahkan perilaku mereka lama-kelamaan menjadi tidak sopan. Mereka tidur dimana
saja bahkan di kursi dan tempat tidur pemilik gedung itu. Dan lagi mereka
merasa berjasa karena telah membasmi tikus pergi dari gedung itu dan meminta
fasilitas lebih lagi kepada pemilik.
Sang pemilik
gedung itu geram. Semakin lama para kucing itu seperti tidak bisa diatur.
Pengeluaran bulanan membengkak untuk membiayai perawatan kucing itu. Pemilik
gedung itu memanggil penasihat keuangannya. Dan begitu kaget ketika mengetahui
pendapatan bulanannya menurun drastis dibandingkan ketika gedungnya di serbu
tikus. Akhirnya diperintahkanlah para pekerjanya untuk membuang kucing-kucing
“keparat” itu. Si pemilik lebih memilih memelihara tikus yang rakus tetapi tidak
menghabiskan banyak makanan daripada memelihara kucing yang sangat mahal
perawatannya.
Tetapi tentu
saja banyak orang diluar sana menyimpan sejuta pertanyaan. Apakah tidak ada
cara lain agar tidak ada biaya yang terbuang sia-sia untuk memelihara kucing atau
membiarkan tikus berkembang biak dan menggerogoti isi gedung itu ?. Sepertinya,
itu juga yang terjadi kepada pemilik-pemilik gedung itu sebelumnya. Mereka
lebih memilih membiarkan tikus yang rakus dan jorok berkeliaran di gedung itu.
Lalu siapa yang bisa mengatasi permasalahan di dalam gedung itu ? Pemilik
selanjutnya kah ??? ….